Kamus Online

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Proses Pembelajaran Matematika
          Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1120) mengartikan proses sebagai runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh J.S. Badudu dan Sultan Muhammad Zain dalam kamus bahasa Indonesia (1996: 1092), yang menyatakan bahwa proses merupakan suatu rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses adalah suatu perubahan yang langsung dari awal hingga akhir secara terus menerus yang saling berkaitan atau berhubungan dalam suatu ikatan untuk mencapai suatu tujuan.
Kamus Istilah Pendidikan dan Umun yang disusun oleh M. Sastapradja (1978: 12) menyatakan bahwa pembelajaran adalah cara mengajar atau mengajarkan Sejalan dengan itu, Oemar Hamalik (1999: 57) juga menambahkan bahwa ”pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling berhubungan mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran”.
          Berdasarkan beberapa pengertian tentang pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang melibatkan guru, siswa dan komponen lainnya yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

          Inti dari kegiatan pendidikan adalah suatu proses belajar, karena dengan belajar tujuan pendidikan akan tercapai. Berhasil tidaknya seseorang untuk menempuh pendidikan sangat ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan belajarnya. Hasil belajar merupakan tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran setelah mengikuti proses pembelajaran. Melalui proses belajar, seseorang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya maupun yang ada pada lingkungannya guna meningkatkan taraf hidupnya.
          Menurut Purwanto (2006: 85) belajar merupakan suatu perubahan dalam bentuk tingkah laku, dimana perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. Sesuatu dikatakan belajar jika terjadi perubahan yang relatif mantap. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/ berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
          Usman dan Setiawati (Neti, 2003: 11) mendefinisikan “Belajar adalah suatu proses usaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya interaksi baik antara individu dengan individu maupun antara individu dengan lingkungannya”. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skills), ataupun dalam tiga aspek yaitu pengetahuan (cognitive), sikap (afektive), dan keterampilan (psikomotor). Pendapat tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sadirman (1990: 22) yang menyatakan bahwa “Belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya”.
          Slameto (2003: 2) menyatakan, “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Perubahan sebagai akibat belajar cenderung tetap/permanen. Hal ini selajan dengan pendapat Sudjana (1990: 5) yang menyatakan belajar adalah suatu perubahan yang telatif dan permanen dari suatu kecenderungan. Belajar juga merupakan suatu proses seperti pendapat Hamalik (2003: 27), bahwa belajar merupakan suatu proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingatkan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Winkel (1991: 36) yang menyatakan belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap dan perubahan yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Demikian juga Tabrani (1989: 7) yang mengemukakan belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.
          Berdasarkan pengertian-pengertian belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan mengakibatkan bertambahnya pengetahuan, keterampilan, serta berubahnya nilai dan sikap yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya.
Berkaitan dengan mengajar, (Slameto, 2003: 30) menyatakan mengajar adalah memberikan bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Yang aktif adalah siswa yang mengalami proses belajar. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Zain (2002: 45) yang menyatakan mengajar adalah proses mengatur mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.
          Bedasarkan pengertian mengajar yang dikemukakan tersebut, menunjukkan bahwa mengajar matematika dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara membelajarkan siswa terhadap materi pelajaran matematika. Proses ini dikatakan efektif apabila terjadi transfer belajar yaitu materi pelajaran matematika yang disajikan dapat diserap ke dalam struktur kognitif siswa yang belajar.
          Belajar matematika dapat dipandang sebagai belajar tentang struktur dari hubungan simbol-simbol formalis yang menyertai himpunan ide-ide. Simbol tersebut memanipulasi aturan-aturan dalam struktur dari hubungan simbol-simbol formal yang menyertai himpunan ide-ide. Simbol-simbol tersebut memanipulasikan aturan-aturan dalam struktur yang memberikan fasilitas komunikasi dan pada akhirnya diperoleh sejumlah informasi yang membentuk konsep-konsep baru. Jadi dengan pemahaman terhadap simbol-simbol akan berguna untuk mengkomunikasikan tanda-tanda atau ide-ide secara efektif dan efisien (Hudoyo, 1990: 4).
          Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dan siswa, interaksi antar guru dan siswa, maupun interkasi antara siswa dan sumber belajar. Dengan adanya interaksi tersebut, diharapkan siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan.

          Proses pembelajaran, kadang kala dapat terjadi bahwa penjelasan dari teman siswanya lebih mudah dimengerti daripada penjelasan guru. Hal ini dijelaskan oleh Slavin (1995: 5), bahwa sering terjadi bahwa siswa ternyata mampu melaksanakan tugas untuk menjelaskan dengan baik ide-ide matematika yang sulit kepada siswa lainnya (teman sebayanya) dengan mengubah penyampaiannya dari bahasa guru kepada bahasa yang digunakan teman sebayanya sehari-hari.

B. Hasil Belajar Matematika
          Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:895) mengartikan hasil sebagai sesuatu yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Dalam hubungannya dengan usaha belajar, hasil belajar berarti hasil yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Hasil belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman, dalam bidang keterampilan, nilai dan sikap.
          Menurut Sudjana (2006: 22) hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami pengalaman belajarnya. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional.
Hasil belajar merupakan suatu hasil yang dicapai pada kegiatan karena adanya penambahan pengetahuan dan perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan teratur. Dengan demikian, hasil belajar adalah juga menyangkut skor atau nilai hasil belajar siswa itu sendiri.
         Hasil belajar matematika diperoleh dari suatu proses belajar matematika. Jadi hasil belajar matematika merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah melakukan suatu proses belajar matematika. Menurut Arifin (1991:3) menyatakan bahwa hasil belajar berarti hasil usaha. Winkel (1991: 102) mengemukakan bahwa hasil belajar yang dihasilkan oleh murid menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Sebagai wujud dari adanya perubahan itu dapat dilihat dari hasil belajar yang dihasilkan oleh murid terhadap pertanyaan/persoalan tugas yang diberikan oleh guru.
         Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa hasil belajar matematika adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai siswa dalam belajar matematika. Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar matematika, dapat diukur hasil belajarnya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut pada kurun waktu tertentu, dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi hasil belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi (tes hasil belajar).

C. Model Pembelajaran Kooperatif
         Model pembelajaran sebagai kerangka konseptual dari kegiatan pembelajaran. Soekamto (1993: 109) memberi batasan tentang model pembelajaran yaitu suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
         Falsafah yang mendasari pembelajaran kooperatif adalah bahwa manusia merupakan mahluk sosial yang mengutamakan kerjasama demi kelangsungan hidup (Lie, 2007: 28). Depdiknas (2005: 14) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Pada kegiatan ini sekelompok siswa belajar dengan porsi utama mendiskusikan tugas-tugas yang diberikan gurunya, saling membantu menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah.
         Ciri yang menonjol dalam pembelajaran kooperatif adalah pengelompokan siswa secara heterogen berdasarkan kemampuan akademik. Dalam kelompoknya siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka untuk menciptakan proses belajar yang saling menguntungkan sehingga berpengaruh kepada peningkatan hasil belajar siswa (Ismail, 2008: 21).
         Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang terfokus pada penggunaan kelompok-kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Nurhadi, 2004: 109).
Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif (Muslimin, dkk: 2000) adalah sebagai berikut:
a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.
e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bekerjasama selama proses belajarnya.
f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
         Johnson dalam Ismail (2002:12) pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang anggotanya 4 sampai 5 orang siswa dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah.
         Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah : 1) saling ketergantungan yang positif, 2) dapat dipertanggungjawabkan secara individu, 3) heterogen, 4) berbagi kepemimpinan, 5) berbagi tanggungjawab, 6) ditekankan pada tugas dan kebersamaan, 7) mempunyai ketrampilan dalam hubungan sosial, 8) guru mengamati, dan 9) efektivitas tergantung pada kelompok
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistim yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen itu adalah:
1) Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif.
2) Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru, interaksi semacam itu sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
3) Akuntabilitas individual
Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individu.
4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain. Mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan (Nurhadi, 2004: 109-110).
         Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yaitu:
1. Berkaitan dengan hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik yang berkaitan dengan materi pelajaran.
2. Penerimaan terhadap keragaman
Pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang seperti perbedaan ras, budaya, kelas sosial, agama, kemampuan maupun ketidakmampuan, dan memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugasnya.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi (Ibrahim dkk, 2000: 7-9).Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah utama yang dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Langkah-Langkah Model Pemebelajaran Kooperatif
Fase Ke- Indikator Tingkah Laku Guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok- kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan menunjuk satu orang seraca random dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya.
6. Memberikan penghargaan Guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok.

Bila diperhatikan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif di atas maka tampak bahwa proses demokrasi dan peran aktif siswa di kelas sangat menonjol (Ismail, 2002 : 15).

D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
         Salah satu tipe pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD (Student Teams Achievement Division). STAD dipandang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentase kelas, tim, kuis (tes) dan skor kemajuan individual dan penghargaan kelompok.
         Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada tabel berikut :
Tahap Perlakuan Guru
a. Persiapan Guru mempersiapkan materi pelajaran.
b. Presentase kelas Guru menyiapkan materi pelajaran yang diawali dengan pendahuluan; menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut, penjelasan materi, dan latihan terbimbing serta memotivasi siswa belajar
c. Kegiatan kelompok (Tim) - Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
- Kegiatan belajar kelompok.
d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
e. Tes kegiatan Melaksanakan tes secara individu dan skor yang diperoleh siswa dalam mengajarkan tes akan disumbangkan sebagai skor kelompok.
f. Penghargaan kelompok Menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok, kemudian memberikan penghargaan terhadap kelompok yang memperoleh skor tinggi.
(Anonim, 1999 : 55)

a) Persentase Kelas
Materi dalam STAD pada awalnya disampaikan dalam bentuk presentasi di dalam kelas. Presentasi dimanfaatkan untuk menyampaikan materi pelajaran melalui pembelajaran langsung, diskusi yang dipimpin oleh guru. Presentasi tersebut haruslah mencakup pembukaan, pengembangan, dan pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan pelajaran. Dengan cara ini siswa akan lebih menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama porses presentasi kelas karena sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis-kuis dan skor kuis mereka akan menentukan skor tim mereka.
Kegiatan tim dan kuisnya mencakup latihan dan penilaian secara individual.
b) Kegiatan Kelompok (Tim)
Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik maupun kemauan (tinggi, sedang, rendah). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau tiap dua minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap Tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan (Nurhadi, 2004: 116-117).
         Pada hari pertama kerja tim dalam STAD, guru harus menyampaikan kepada siswa tentang aturan bekerja dalam tim, sebagai berikut:
1) Para siswa mempunyai tanggung jawab yang sama dalam menguasai materi.
2) Tidak ada yang boleh berhenti belajar sampai semua teman satu tim menguasai materi
3) Mintalah bantuan daris semua teman satu tim untuk membantu temannya sebelum teman mereka itu bertanya kepada guru.
4) Teman satu tim boleh saling berbicara satu sama lain dengan suara yang tidak terlalu keras.
c) Kuis
Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka, dan untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah mengusai pelajaran, maka seluruh siswa diberikan tes tentang materi pelajaraan yang dilaksanakan setiap minggu atau dua minggu sekali.
d) Skor Kemajuan Individual
Skor perkembangan tidak berdasarkan pada skor mutlak, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu. Secara rinci prosedur penentuan skor perkembangan siswa sebagai berikut.
- Langkah ke-1: Menetapkan skor dasar.
Setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor kuis yang lalu.
- Langkah ke-2: Menghitung skor kuis terkini
Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan pelajaran terkini
- Langkah ke-3: Menghitung skor perkembangan

         Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Muslimin,dkk.,( 2000) bahwa yang menyatakan bahwa langkah-langkah penerapan pembelajaran model kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut :
a) Guru menyampaikan materi pembelajaan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam menyampaikan materi pembelajaran ini kepada siswa.
b) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh nilai kemampuan awal siswa
c) Guru membentuk kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 -5 anggota, dimana anggota kelompok mempunayi kemampuan akademik yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari budaya atau suku yang berbeda, serta memperhatikan kesetaraan jender.
d) Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu antar anggota yang lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Bahkan tugas untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi yang diharapkan dapat tercapai.
e) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu
f) Guru memfslisitasi siswa dalam mmbuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
g) Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.
         Menurut Trianto (2007: 54) penghargaan atas kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan berikut :
a. Menghitung skor individu
Skor ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar perkembangan hasil belajar siswa.       Aturan perolehan skor menurut Slavin (dalam Trianto, 2007) adalah dengan menggunakan skala sebagai berkut:
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 0 poin
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar 10 poin
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) ................................ 30 poin
Siswa mendapatkan poin perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka
b. Menghitung skor kelompok
Skor kelompok dihitung berdasarkan jumlah nilai perkembangan dari setiap anggota kelompok di bagi dengan jumlah anggota kelompok. Berdasarkan nilai perkembangan kelompok akan diberikan penghargaan kepada kelompok yang terdiri atas tiga kategori yaitu (1) kelompok (N) baik, jika 5 skor kelompok atau nilai kelompok (N) antara 15 < N < 20 (2) kelompok hebat dengan nilai kelompok (N) 20 < N < 25 (3) kelompok super jika nilai kelompok (N) N> 25 (Ismail, 2002: 18).
c. Pemberian pengakuan kelompok
Setelah masing-masing memperoleh predikat, guru memberikan penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai predikatnya. Pengakuan dari guru merupakan salah salah satu cara untuk memberikan motivasi kepada siswa untuk melakukan kompetisi yang positif dalam meningkatkan hasil belajarnya.

E. Hubungan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Hasil Belajar Matematika
         Kemampuan berpikir kritis diperlukan dalam belajar matematika yaitu peka terhadap suatu masalah dan mampu mencoba memecahkan masalah tersebut. Kegiatan belajar kelompok memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah dan siswa kelompok atas. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor sebaya bagi kelompok bawah yang memiliki orientasi bahasa yang sama. Hal ini menjadikan siswa kelompok atas akan meningkatkan kemampuan akademiknya karena memberikan tutorial yang membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam.
        Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD antara lain :
a. Siswa lebih mampu mendengar, menghormati, serta menerima orang lain
b. Siswa mampu mengidentifikasi akan perasaannya juga perasaan orang lain
c. Siswa dapat menerima pengalaman dan dimengerti orang lain.
d. Siswa mampu meyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang lain dan meyakinkan dirinya untuk saling memahami dan mengerti.
e. Mampu mengembangkan potensi individu yang berhasil guna dan berdaya guna, kreatif, bertanggung jawab, mampu mengaktualisasikan dan mengoptimalkan dirinya terhadap perubahan yang terjadi. (Sudikin,dkk.2002:16).
         Model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengharapkan setiap siswa terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa.
Pengakuan dalam kelompok kerja akan diwujudkan dengan aktfitas yang sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab. Aktifitas belajar yang demikian diharapkan dapat dilakukan oleh setiap anggota kelompok sehingga menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas.
Hal inilah yang diharapkan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu munculnya motivasi dari dalam diri siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar setiap siswa.

F. Hasil Penelitian yang Relevan
          Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eslin dengan judul “Meningkatkan Penguasaan Siswa Kelas IIa SLTP Negeri 5 Kendari Terhadap Pokok Bahasan Jajar Genjang, Belah Ketupat, Layang-Layang, dan Trapesium Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD“ berkesimpulan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD penguasaan siswa dapat ditingkatkan.
         Hasil penelitian yang diakukan oleh Selviana dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa II-A SMP Negeri 1 Ranomeeto Dalam Belajar Matematika Melalui Model Pembelajarn Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok “berkesimpulan melalui model pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Safrin dengan judul “ Studi perbandingan Prestasi Belajar Matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan Relasi, Pemetaan, dan Grafik“ berkesimpulan penggunaan model pembelajaraan kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada penggunaan model pembelajan koonvensional terhadap prestasi belajar matematika.
         Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh La Maronta Galib,dkk. Dengan judul ”Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN 01 Poasia Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD”, berkesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki efek positif dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

G. Kerangka Pemikiran
          Proses belajar seorang siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Agar hasil belajar dapat tercapai dengan baik maka seluruh faktor yang ada dapat mendukung proses belajar seorang siswa harus diupayakan. Demikian pula halnya dengan proses belajar matematika. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika, guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model pembelajaran.
          Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan suatu pokok bahasan adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan, karena melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam menerima materi pelajaran yang disajikan guru di kelas, ada siswa yang mempunyai daya serap cepat dan ada pula siswa yang mempunyai daya serap yang lambat.
         Penggunaan model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan kreativitas belajar matematika sangat penting sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang secara prosedural dirancang untuk dapat membangkitkan minat dan kreativitas balajar siswa. Model pembelajaran kooperatif yang menggutamakan kerja sama antara kelompok- kelompok kecil dalam mempelajari materi pelajaran melalui diskusi memungkinkan siswa mempunyai kesempatan yang luas untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pemantauan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan kelompok memungkinkan guru dapat lebih mengetahui siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran dan guru dapat memberikan bimbingan secara langsung kepada siswa tersebut, dengan demikian akan jarang ditemukan siswa-siswa yang tidak memahami materi pelajaran ketika materi pelajaran disajikan.
         Model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini selain terjadi interaksi antara guru dengan siswa juga interaksi antara siswa dan siswa, khususnya siswa yang mengalami kesulitan belajar cenderung lebih berani bertanya kepada teman-temannya daripada guru, bahkan ada pula siswa yang justru belajar lebih banyak karena harus mengajar temannya. Dalam kondisi ini memungkinkan hasil belajar matematika siswa dapat meningkat.

H . Hipotesis Tindakan
          Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan Himpunan di kelas VII.2 SMP Negeri 12 Kendari dapat ditingkatkan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Reviewed by BUMI ANOA on 7:17 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.