Kamus Online

Gubernur Cukup Diangkat Presiden: PILKADA Mahal, Kekuasaan Terbatas



13054404991437484037Mendagri Sedang Melantik Gubernur Kepri  (Antara)

Penguatan kedudukan Gubernur untuk mengawasi efektifitas pemerintahan di daerah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Mulai dari Presiden, Mendagri, pengusaha, pengamat politik, akademisi hingga Gubernur sendiri sepakat bahwa kedudukan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sangatlah lemah untuk mengontrol daerah Tk II.
Fenomena merebaknya korupsi didaerah, carut-marut pengelolaan fiskal ditandai bangkrutnya beberapa Daerah Tingkat II di Aceh dan gagalnya Otsus Papua menyejahterakan rakyat, adalah bukti sahih betapa lemahnya peranan Gubernur selama ini.
Padahal tantangan yang dihadapi Gubernur saat ini sangatlah berat, mulai dari karut-marut implementasi otonomi daerah, persoalan perbatasan, sampai menghadapi “raja-raja kecil baru” yaitu Bupati/Walikota. Menurut pengamatan penulis ada dua tugas misi utama yang maha berat dihadapi saat ini:
Pertama, Dalam lingkup NKRI, ke 33 orang Gubernur wajib menjaga kepentingan dan kebijakan nasional dilaksanakan secara efektif di 497 daerah otonomi Tk II. Dalam rangka otonomi, Gubernur wajib memastikan setiap kabupaten/kota mengatur dan mengurus daerahnya sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang berlaku. Disinilah peran kunci yang seharusnya dijalankan Gubernur untuk mengawasi tata kelola pemerintahan di daerah, layaknya UKP4 di pusat.
Kedua, setiap tahunnya setengah nilai APBN ditransfer atau dibelanjakan di daerah. Penggunaan dana sebesar ini wajib dikawal oleh Gubernur agar penggunaannya tepat sasaran, efisien dan sesuai peraturan. Peran Gubernur sangat strategis untuk mencegah korupsi di daerah.
1305440833285735106
Penulis berpendapat ada dua kesalahan disain wilayah otonomi dan kedudukan Gubernur di UU No 32 Tahun 2004 yang berujung dengan lemahnya kedudukan Gubernur.
Pertama, tumpang-tindihnya pemberlakuan otonomi daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada kenyataannya disain otonomi lebih bertumpu di ditingkat Kabupaten/Kota karena langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat, sementara otonomi di tingkat provinsi sangatlah terbatas.
Dalam kesehariannya terjadilah tarik-menarik kepentingan antar Tk I dan II. Ibarat permainan bola, tidak jelas mana wasit mana pemain. Padahal jika ingin pemerintahan berjalan tertib, Provinsi seharusnya berperan murni sebagai wasit dan menyerahkan sepenuhnya otonomi pada Tk II.
Kedua, Gubernur berperan ganda sebagai Wakil Pemerintah sekaligus Kepala Daerah adalah suatu kesalahan besar. Fungsi regulator dan eksekutor ada dalam diri Gubernur sekaligus. Banyak Gubernur yang lupa akan tugas pokoknya mengawasi pemerintahan Tk II, karena asyik “bermain” proyek untuk balik modal dana politik saat pencalonan Kepala Daerah.
Pusatpun setengah hati memberikan “amunisi” yang lengkap pada Gubernur sebagai “tukang pukul” di daerah. Kedudukan serba tanggung ini penyebab utama Bupati dan Walikota tidak takut lagi dengan pembinaan Gubernur.
13056290061884291017
Gubernur Bali Made Mangku Pastika
Lebih parahnya lagi peranan ganda diatas menimbulkan kerancuan Gubernur dalam menyikapi persoalan. Contoh penolakan terbuka Gubernur Bali saat UU Anti Pornografi disahkan, sebagai wakil pusat Mangku Pastika seharusnya mengamankan UU itu tanpa syarat. Tapi sebagai kepala daerah yang dipilih rakyat, ia harus “aspiratif” dengan sebagian masyarakat Bali yang menentang UU tersebut. Disini jelas terlihat, Gubernur sendiri bingung atas dua peranan yang dipukul dalam diri mereka.
Ada dua solusi yang penulis tawarkan untuk mengoptimalkan peranan Gubernur di daerah. Pertama mengonversi Provinsi dari daerah otonomi menjadi murni daerah administratif. Provinsi dijadikan lembaga dibawah Presiden yang hanya fokus dengan pengawasan, pembinaan, koordinasi antar tingkat II. Implikasinya Pemerintahan Provinsi banyak berkutat dengan kegiatan perencanaan, monitoring dan evaluasi kinerja Pemda Tk II.
Kegiatan lainnya adalah penelitian, pelatihan dan pendampingan yang anggarannya dialokasikan oleh APBN. Lembaga DPRD Tk I dilikuidasi dan peranannya diganti oleh DPR RI dalam mengawasi Gubernur. Disisi lain otonomi Daerah Tk II diperkuat dari sebelumnya, pelayanan pemerintahan dan pengerjaan proyek fisik seluruhnya dilimpahkan ke Tk II. Model inilah yang dicita-citakan Bung Hatta yang terkenal sebagai tokoh pendukung otonomi daerah
Kedua, dengan Provinsi Administratif Gubernur cukup ditetapkan Presiden sebagai wakil pemerintah setingkat menteri. Jabatan Gubernur bersifat independen dan netral hanya diisi oleh pamong/pejabat karir agar tidak ragu-ragu “menggebuk” Bupati/Walikota nakal yang didukung berbagai Parpol. Tugas Gubernur nanti adalah murni menjalankan supervisi pemerintahan sekaligus sebagai “manajer regional” yang menyelaraskan pembangunan daerah dengan target pembangunan nasional (misalkan target MDGS dan RPJP Pusat).
13056291181980555225
Pilkada dan DPRD TkI Dihapuskan Jika Gubernur Ditunjuk Oleh Presiden Dan Pembentukan Provinsi Administratif
Inti revitalisasi kedudukan Gubernur adalah memosisikan Gubernur murni sebagai wakil pemerintah yang independen dan berwibawa. Harapannya agar Gubernur bisa bekerja lebih fokus, tegas, profesional mengawal jalannya pemerintahan di daerah. Negarapun diuntungkan dengan penghematan triliyunan rupiah hasil ditiadakannya Pilkada Gubernur, Pilleg Tk I dan anggaran rutin lembaga DPRD TK I.
Gubernur Cukup Diangkat Presiden: PILKADA Mahal, Kekuasaan Terbatas Gubernur Cukup Diangkat Presiden: PILKADA Mahal, Kekuasaan Terbatas Reviewed by BUMI ANOA on 11:15 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.