Kamus Online

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa di SMP XXX

A. Pendahuluan
Matematika memiliki objek yang bersifat abstrak, sehingga materi matematika kadang-kadang sulit dikuasai oleh siswa. Gambaran penguasaan konsep matematika oleh siswa dapat dilihat dari hasil belajar yang telah dicapai siswa. Oleh karena itu, di dalam pembelajaran matematika perlu diupayakan penggunaan model pembelajaran yang dapat membangkitkan kreativitas dan motivasi siswa dalam belajar matematika.    
Himpunan merupakan salah satu materi matematika yang diajarkan pada siswa kelas VII SMP. Pada proses pembelajaran matematika di kelas VII SMP XXX terhadap materi himpunan tersebut, hasil belajar yang dicapai oleh siswa masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa untuk pokok bahasan himpunan pada dua tahun terakhir yang berurut-turut hanya sebesar 57 dan 60. Nilai rata-rata ini belum memenuhi standar ketuntasan belajar minimal yang ditentukan sekolah pada jenjang kelas VII untuk pokok bahasan himpunan mata pelajaran matematika  yaitu 65.
Hasil diskusi peneliti dengan guru-guru mata pelajaran matematika yang lain di SMP XXX disepakati bahwa salah satu solusi untuk mengatasi masalah yang dikemukakan di atas, adalah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dipandang cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa sebab melalui model pembelajaran kooperatif tipe tersebut, siswa terlibat secara aktif dalam mempelajari materi matematika. Pada model pembelajaran ini terbuka kesempatan bagi siswa untuk mengemukakan gagasannya, saling tukar menukar pendapat dan saling membantu jika ada teman dalam kelompoknya mengalami kesulitan. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan tipe yang paling sederhana.  Letak kesederhanaannya adalah karena hanya sebatas membagi kelompok yang anggotanya 4–5 orang yang heterogen yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku dan memiliki kemampuan (tinggi, sedang, dan rendah). 
Berdasarkan uraian di atas, maka dilaksanakan penelitian tindakan kelas kerja sama dengan guru matematika kelas VII.2 SMP XXX dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar Matematika siswa pada pokok bahasan himpunan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas VII.2  SMP XXX
                  
B. Kerangka Teoretik

1.      Proses Pembelajaran  Matematika

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 1120) mengartikan proses sebagai runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses adalah suatu perubahan yang langsung dari awal hingga akhir secara terus menerus yang saling berkaitan atau berhubungan dalam suatu ikatan untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Purwanto (2006: 85) belajar merupakan suatu perubahan dalam bentuk tingkah laku, dimana perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.
Usman dan Setiawati (Neti, 2003: 11) mendefinisikan “Belajar adalah suatu proses usaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya interaksi baik antara individu dengan individu maupun antara individu dengan lingkungannya”. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skills), ataupun dalam tiga aspek yaitu pengetahuan (cognitive), sikap (afektive), dan keterampilan (psikomotor).
Slameto (2003: 2) menyatakan, “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Perubahan sebagai akibat belajar cenderung tetap/permanen. Belajar juga merupakan suatu proses seperti pendapat Hamalik (2003: 27), bahwa belajar merupakan suatu proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.  Belajar bukan hanya mengingatkan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Winkel (1991: 36) yang menyatakan belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap dan perubahan yang bersifat relatif konstan dan berbekas.  Demikian juga Tabrani (1989: 7) yang mengemukakan belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya.
Kamus Istilah Pendidikan dan Umun yang disusun oleh M. Sastapradja (1978: 12) menyatakan bahwa pembelajaran adalah cara mengajar atau mengajarkan. Sejalan dengan itu, Oemar Hamalik (1999: 57) juga menambahkan ”pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling berhubungan mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran”.
            Berdasarkan beberapa pengertian tentang pembelajaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang melibatkan guru, siswa dan komponen lainnya yang saling mempengaruhi satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Inti dari kegiatan pendidikan adalah suatu proses belajar, karena dengan belajar tujuan pendidikan akan tercapai. Berhasil tidaknya seseorang untuk menempuh pendidikan sangat ditentukan oleh baik tidaknya kegiatan belajarnya. Hasil belajar merupakan tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran setelah mengikuti proses pembelajaran. Melalui proses belajar, seseorang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya maupun yang ada pada lingkungannya guna meningkatkan taraf hidupnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan mengakibatkan bertambahnya pengetahuan, keterampilan, serta berubahnya nilai dan sikap yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya.
Berkaitan dengan mengajar, (Slameto, 2003: 30) menyatakan mengajar adalah memberikan bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Yang aktif adalah siswa yang mengalami proses belajar. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Zain (2002: 45) yang menyatakan mengajar adalah proses mengatur mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.
Berdasarkan pengertian mengajar yang dikemukakan tersebut, menunjukkan bahwa mengajar matematika dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara membelajarkan siswa terhadap materi pelajaran matematika.  Proses ini dikatakan efektif apabila terjadi transfer belajar yaitu materi pelajaran matematika yang disajikan dapat diserap ke dalam struktur kognitif siswa yang belajar.
Belajar matematika dapat dipandang sebagai belajar tentang struktur dari hubungan simbol-simbol formalis yang menyertai himpunan ide-ide.  Simbol tersebut memanipulasi aturan-aturan dalam struktur dari hubungan simbol-simbol formal yang menyertai himpunan ide-ide. Simbol-simbol tersebut memanipulasikan aturan-aturan dalam struktur yang memberikan fasilitas komunikasi dan pada akhirnya diperoleh sejumlah informasi yang membentuk konsep-konsep baru. Jadi dengan pemahaman terhadap simbol-simbol akan berguna untuk mengkomunikasikan tanda-tanda atau ide-ide secara efektif dan efisien (Hudoyo, 1990: 4).
Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dan siswa, interaksi antar guru dan siswa, maupun interkasi antara siswa dan sumber belajar. Dengan adanya interaksi tersebut, diharapkan siswa dapat membangun pengetahuan secara aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, serta dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan.
            Proses pembelajaran, kadang kala dapat terjadi bahwa penjelasan dari teman siswanya lebih mudah dimengerti daripada penjelasan guru. Hal ini dijelaskan oleh Slavin (1995: 5), bahwa sering terjadi bahwa siswa ternyata mampu melaksanakan tugas untuk menjelaskan dengan baik ide-ide matematika yang sulit kepada siswa lainnya (teman sebayanya) dengan mengubah penyampaiannya dari bahasa guru kepada bahasa yang digunakan teman sebayanya sehari-hari.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Salah satu tipe pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD (Student Teams Achievement Division).  STAD dipandang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentase kelas, tim, kuis (tes) dan skor kemajuan individual dan penghargaan kelompok.
Menurut Slavin dalam Hesti Setianingsih (2007 : 25) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut :
a)      Persentase Kelas
Materi dalam STAD pada awalnya disampaikan dalam bentuk presentasi di dalam kelas. Presentasi dimanfaatkan untuk menyampaikan materi pelajaran melalui pembelajaran langsung, diskusi yang dipimpin oleh guru. Presentasi tersebut haruslah mencakup pembukaan, pengembangan, dan pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan pelajaran. Dengan cara ini siswa akan lebih menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama porses presentasi kelas karena sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis-kuis dan skor kuis mereka akan menentukan skor tim mereka. Kegiatan tim dan kuisnya mencakup latihan dan penilaian secara individual.
b)      Kegiatan Kelompok (Tim)
  Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok.  Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik maupun kemauan (tinggi, sedang, rendah).  Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau tiap dua minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari. Tiap siswa dan tiap Tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan (Nurhadi, 2004: 116-117).
Pada hari pertama kerja tim dalam STAD, guru harus menyampaikan kepada siswa tentang aturan bekerja dalam tim, sebagai berikut:
1)      Para siswa mempunyai tanggung jawab yang sama dalam menguasai materi.
2)      Tidak ada yang boleh berhenti belajar sampai semua teman satu tim menguasai materi
3)      Mintalah bantuan dari semua teman satu tim untuk membantu temannya sebelum teman mereka itu bertanya kepada guru.
4)      Teman satu tim boleh saling berbicara satu sama lain dengan suara yang tidak terlalu keras.
c)      Kuis
Guru menyajikan  pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka, dan untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah mengusai pelajaran, maka seluruh siswa diberikan tes tentang materi pelajaraan yang dilaksanakan setiap minggu atau dua minggu sekali.
d)      Skor Kemajuan Individual
Skor perkembangan tidak berdasarkan pada skor mutlak, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu. 
Menurut Trianto (2007: 54) penghargaan atas kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan berikut :
a.       Menghitung skor individu
Skor ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar perkembangan hasil belajar siswa. Aturan perolehan skor menurut Slavin (dalam Trianto, 2007)  adalah dengan menggunakan skala sebagai berkut:
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar................................................................   0 poin
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar ............................................   10 poin
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar .......................................................   20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar ...................................................................   30 poin
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) ................................   30 poin
Siswa mendapatkan poin perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka
b.       Menghitung skor kelompok
Skor kelompok dihitung berdasarkan jumlah nilai perkembangan dari setiap anggota kelompok di bagi dengan jumlah anggota kelompok.  Berdasarkan nilai perkembangan kelompok akan diberikan penghargaan kepada kelompok yang terdiri atas tiga kategori yaitu (1) kelompok (N) baik, jika 5 skor kelompok atau nilai kelompok (N) antara 15  < N < 20 (2) kelompok hebat dengan nilai kelompok (N)  20   <  N < 25  (3) kelompok super jika nilai kelompok (N) N> 25 (Ismail, 2002: 18).
c.       Pemberian pengakuan atau penghargaan pada kelompok
Setelah masing-masing memperoleh predikat, guru memberikan penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai predikatnya. Pengakuan dari guru merupakan salah salah satu cara untuk memberikan motivasi kepada siswa untuk melakukan kompetisi yang positif dalam meningkatkan hasil belajarnya.

3. Hasil Belajar Matematika

 Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:895) mengartikan hasil sebagai sesuatu yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Dalam hubungannya dengan usaha belajar, hasil belajar berarti hasil yang dicapai oleh siswa setelah  melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Hasil belajar  siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman, dalam bidang keterampilan, nilai dan sikap.
Menurut Sudjana (2006: 22) hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengalami pengalaman belajarnya. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan instruksional.
Menurut Arifin (1991:3) hasil belajar berarti hasil usaha. Winkel (1991: 102) mengemukakan bahwa hasil belajar yang dihasilkan oleh murid menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap.  Sebagai wujud dari adanya perubahan itu dapat dilihat dari hasil belajar yang dihasilkan oleh murid terhadap pertanyaan/persoalan tugas yang diberikan oleh guru.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa hasil  belajar matematika adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai siswa dalam belajar matematika. Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar matematika, dapat diukur hasil belajarnya setelah melakukan kegiatan belajar tersebut pada kurun waktu tertentu, dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi hasil belajar matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi (tes hasil belajar).
Hasil belajar matematika diperoleh dari suatu proses belajar matematika.  Jadi hasil belajar matematika merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah melakukan suatu proses belajar matematika.

4. Hubungan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif  Tipe STAD dengan Hasil Belajar Matematika
Kemampuan berpikir kritis diperlukan dalam belajar matematika yaitu peka terhadap suatu masalah dan mampu mencoba memecahkan masalah tersebut. Kegiatan belajar kelompok memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah dan siswa kelompok atas. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor sebaya bagi kelompok bawah yang memiliki orientasi bahasa yang sama. Hal ini menjadikan siswa kelompok atas akan meningkatkan kemampuan akademiknya karena memberikan tutorial yang membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam.
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD antara lain :
a.       Siswa lebih mampu mendengar, menghormati, serta menerima orang lain
b.       Siswa mampu mengidentifikasi akan perasaannya juga perasaan orang lain
c.       Siswa dapat menerima pengalaman dan dimengerti orang lain.
d.       Siswa mampu meyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu orang  lain  dan meyakinkan dirinya untuk saling memahami dan mengerti.
e.       Mampu mengembangkan potensi individu yang berhasil guna dan berdaya guna,      kreatif, bertanggung jawab, mampu mengaktualisasikan  dan mengoptimalkan      dirinya terhadap perubahan yang terjadi. (Sudikin,dkk.2002:16).
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengharapkan setiap siswa terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. Aktifitas belajar yang demikian diharapkan dapat dilakukan oleh setiap anggota kelompok sehingga menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas.
Hal inilah yang diharapkan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu munculnya motivasi dari dalam diri siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar setiap siswa. 
...................... Selengkapnya hubungi 085241685968. OKE?

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa di SMP XXX Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif  Tipe STAD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa di  SMP  XXX Reviewed by BUMI ANOA on 1:40 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.